Poster tersebut ditempelkan di tembok samping kantor Desa Cileungsi agar dibaca oleh para aparatur Desa Cileungsi. Meski belum jelas siapa warga yang memasang poster tersebut, namun peristiwa itu menjadi perhatian banyak warga dan para pengamat pemerintahan.
Pembina Lingkar Studi Kajian Desa, Mardani Kanta mengaku prihatin terkait adanya kejadian tersebut, ia mengatakan, warga memang memiliki hak dan cara untuk menyampaikan pendapat, saran serta kritik terhadap pelayanan pemerintah.
“Hal ini tentunya harus menjadi pembelajaran dan evaluasi bagi pemerintah desa dalam memberikan layanan kepada masyarakat,” kata Mardani kepada Jurnal Bogor.
Terkait pungutan liar (pungli) yang menjadi poin dari kritik warga tersebut, Mardani mengatakan, seharusnya pemerintah desa bekerja berdasarkan regulasi yang menginduk kepada peraturan perundang-undangan desa. Sehingga setiap pelayanan dan kebijakan memiliki dasar hukum yang jelas bukan berdasarkan ide, inisiatif atau keinginan aparatur desa.
“Inilah pentingnya peraturan desa. Sehingga warga mendapatkan kepastian hukum pada saat meminta pelayanan kepada pemerintah desa. Ini juga bisa berlaku bagi para pengusaha yang ada di desa tersebut,” tukasnya.
Menurut Mardani, pungli merupakan pungutan yang dilakukan dalam pelayanan yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Oleh karena itu, bagi masyarakat yang merasa dirugikan dapat melaporkan hal tersebut kepada Tim Saber Pungli.
“Jadi pemerintah desa juga tidak bisa seenaknya menetapkan pungutan tanpa ada dasar hukumnya. Warga juga bertindak dan melaporkan jika memang ada praktik pungli. Oleh karena itu disinilah pentingnya sosialisasi terkait regulasi, pelayanan serta biaya-biaya yang harus dikeluarkan dari sebuah pelayanan,” tandasnya.
Sementara itu, Sekdes Cileungsi, Supendi yang dikonfirmasi terkait penempelan poster kekecewaan warga tersebut enggan memberikan komentar.
Sumber: JurnalBogor
Komentar